Jakarta – Tokoh Aktivis 98, Mixil Mina Munir berharap Polri menjadi alat negara yang profesional sebagai penegak hukum di tanah air. Hal itu disampaikan Mixil mengenai refleksi jalannya 27 tahun Reformasi sejak tahun 1998 sampai 2025.

Sebab, mantan aktivis Forum Kota (Forkot) itu menyebut saat ini banyak oknum yang menjadikan Polri sebagai alat kekuasaan.

“Saat ini polisi bukan sebagai alat negara, tapi dia sebagai alat pemerintahan itu yang nggak bisa ditoleransi. Polri tidak boleh menjadi alat politik bagi beberapa oknum, bagi orang yang berkuasa,” ujar Mixil saat dimintai tanggapannya mengenai Refleksi 27 Tahun Reformasi.

Mixil kemudian menyinggung salah satu hasil yang didapat dari Reformasi yakni kala Polri dipisahkan dari TNI.

Kala itu, publik berharap besar Korps Bhayangkara bisa menjadi institusi yang tak terkooptasi militer.

“Kalau dulu kan polisi memisahkan dari militer dengan harapan polisi bisa menjalankan fungsinya tidak di bawah dalam kooptasi militer,” kata dia.

Mengenai wacara RUU Polri yang tengah dibahas, Mixil mengaku belum membaca secara keseluruhan.

Namun, ia berharap hal itu tak membuat kewenangan Polri menjadi ‘kebablasan’.

“Saya belum baca. Cuma pada beberapa, nampaknya mau diperluas lagi peran dan fungsinya ya. Seperti memberikan peran dan fungsi peran yang lebih luas kepada militer, kepada tentara. Itu kan, nampaknya diperluas lagi itu,” paparnya.

Selain Polri, Mixil menyoroti peran militer yang ‘kembali bangkit’ saat ini melalui disahkannya UU TNI.

Menurutnya, hal itu seakan membawa bangsa ini kembali pada masa Orde Baru.

“Kalau dulu militer masuk menjadi bagian dari, salah satunya bisa duduk di legislatif. Nah sekarang ini lebih fatal lagi. Mereka bisa duduk di pos-pos eksekutif, masuk Dirjen, di Kepala Badan, dan lain sebagainya yang mengambil peran-peran dari wilayah-wilayah sipil,” ujar Mixil.