Jakarta — Polemik antara kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) mencuat ke ruang publik usai candaan Muhaimin Iskandar atau Cak Imin dalam forum internal PMII ramai diperbincangkan. Sejumlah kader HMI merespons keras candaan tersebut, bahkan menyebutnya sebagai bentuk pelecehan terhadap organisasi mahasiswa tertua di Indonesia itu.

Namun, suara berbeda muncul dari kalangan aktivis yang menilai reaksi berlebihan justru kontra produktif. Anwar Sjani, mantan Ketua Umum PKC PMII pertama sekaligus aktivis lingkungan NU, mengajak seluruh kader HMI untuk menyikapi persoalan ini dengan lebih dewasa dan elegan.

“Sebagai kader HMI, organisasi mahasiswa tertua dan terbesar yang telah berdiri sejak 1947, sudah semestinya kita menunjukkan sikap yang matang, dewasa, dan proporsional,” ujar Anwar dalam pernyataan tertulis, hari ini.

Menurut Anwar, HMI telah melahirkan ribuan tokoh bangsa dan memiliki rekam jejak panjang dalam mengawal dinamika sosial, politik, dan peradaban Indonesia. Karena itu, mempermasalahkan kelakar yang muncul di forum internal PMII justru menunjukkan ketidaksiapan sebagian kader HMI dalam memilah hal-hal substansial.

“Perlu dicatat, gaya komunikasi warga Nahdlatul Ulama kerap kali penuh satire, canda, dan spontanitas. Candaan Cak Imin bukanlah upaya merendahkan, melainkan refleksi dari pengalaman sosial yang mungkin ia temui,” kata Anwar.

Ia pun mengingatkan, apabila HMI benar-benar meyakini diri sebagai kawah candradimuka kader intelektual dan petarung peradaban, maka reaksi yang muncul seharusnya tidak emosional, apalagi penuh kebencian.

Anwar juga menyinggung pernyataan Arif Rosyid, demisioner Ketua Umum HMI, yang dinilai terlalu reaksioner dalam menanggapi candaan tersebut. Menurutnya, organisasi kemahasiswaan harus berpijak pada nilai, prinsip, dan rasionalitas, bukan terjebak dalam sentimen dangkal atau membuka luka lama.

“Justru momen ini seharusnya menjadi refleksi bagi kita semua. Sudah sejauh mana kader-kader HMI hari ini hadir memberi solusi, bukan hanya terlibat dalam narasi perebutan pengaruh? Sudah sejauh mana kita mengedepankan kontribusi nyata bagi bangsa, bukan hanya sibuk mencari posisi, pengaruh, atau keuntungan pribadi?” tegasnya.

Anwar menutup pesannya dengan penekanan penting bahwa yang terpenting bukanlah dari mana seseorang memulai perjuangannya, tetapi ke mana ia membawa pemikiran, idealisme, dan baktinya.

Polemik ini diharapkan segera mereda, agar energi organisasi mahasiswa bisa difokuskan pada kontribusi nyata untuk kepentingan bangsa dan negara.