Jakarta – Dalam memperingati Hari Anti korupsi sedunia dan Hari HAM Internasional, Lembaga pemantau Hak Asasi Manusia (HAM) Imparsial menggelar diskusi publik di kantor sekretariatnya,Selasa, (10/12/2024) dengan mengusung tema “Menyoal Akuntabilitas Militer dalam kasus korupsi paska putusan MK dan kasus pelanggaran HAM.

“Memberikan dukungan kepada KPK dalam mengusut kasus korupsi di lingkungan Sipil ataupun Militer, tidak memandang dari pihak mana yang melakukan Korupsi. Imparsial mengikuti perkembangan kasus korupsi di bidang militer ataupun pertahanan, seperti pengadaan alusista meskipun itu bersifat rahasia, namun akhirnya dipublikasikan. Masih hangat kepala basarnas yang merupakan anggota TNI aktif yang di tetapkan sebagai pelaku korupsi, namun pada akhirnya pihak KPK yang meminta maaf kepada publik dengan dalih kurangnya berkordinasi dengan TNI ataupun pengadilan militer”, kata Direktur Imparsial Ardi Manto Adiputra dalam kegiatan diskusi tersebut.

Ardi mengatakan masih maraknya pelanggaran HAM di lingkungan militer, salah satunya peristiwa yang terjadi di Deliserdang yang dilakukan oleh anggota TNI sampai adanya korban jiwa, ini yang harus diperbaiki oleh pemerintah kita, agar tidak lagi ada penyimpangan yang dilakukan oleh militer yang merenggut korban jiwa.

Muhammad Iqbal Sumarlan Putra, S.H., M.H. selaku Kuasa Hukum Pemohon JR MK terkait UU KPK yang hadir sebagai narasumber menyampaikan KPK tidak mempunyai keberanian untuk menangani kasus yang korupsi di lingkungan pertahanan, seperti yang di lakukan BAKAMLA, KPK menetapkan sebagai tersangka namun tidak ada tindak lanjut oleh KPK terkait kasus tersebut, padahal KPK mempunyai kewenangan untuk melakukan peradilan dan penanganan terkait pelaku korupsi di lingkungan militer maupun di lingkungan sipil, jangan sampai KPK malah meminta maaf atas penetapan tersangka terhadap anggota militer ataupun pertahanan, itu sangat memalukan institusi KPK.

Penyelesaian kasus-kasus korupsi di lingkungan militer di Indonesia menghadapi jalan yang berliku, KPK kesulitan untuk memutus praktik korupsi di lingkungan Militer. Sistem pradilan militer secara empirik dianggap tidak mungkin memenuhi prinsip peradilan yang kompeten, impresial dan independen sesuai pasal 14 ICCPR, ucap Monik Sekjen PBHI.

Lanjutnya, ada kasus kasus tindak pidana umum yang di adili di tindak pidana militer. Seperti penyerangan lapas cebongan, penyerangan kampung di Deliserdang, dan penyundutan rokok pada anak karena menyembunyikan HP, kasus kasus tersebut di lakukan oleh anggota TNI aktif namun di adili oleh tindak pidana militer.

Akademisi FH Univ. Brawijaya Al Araf dalam diskusi tersebut mengatakan secara umum langkah langkah awal reformasi terkait peradilan Militer, mengawal MK untuk revisi undang undang peradilan militer namun ada ketakutan. Teman teman tidak maju maju karena takut di intimidasi.

“Kenapa di lingkungan pertahanan banyak dugaan korupsi, karena anggaran pertahanan merupakan anggaran tertinggi nomer satu ataupun nomer dua, dan itu selalu berdalih kerahasiaan dalam belanja alusistau ataupun perbaikan pertahanan, dan KPK tidak bisa masuk”, ucapnya

Al Araf menyebut, jika di sektor pertahanan di bersihkan dalam dugaan korupsi juga akan membuat rasa aman bagi anggota militer, karena jika anggaran pertahanan di belanjakan sesuai dengan anggaran mungkin akan mendapatkan alusista yang lebih layak dan lebih bagus dan lebih canggih juga.